- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Aku berdiri di depan kaca. Samar-samar bertatapan dengan bayanganku
di sana. Sesekali aku menampar pipiku sendiri, berusaha menyadarkan
diri, atau sekadar berusaha memastikan apa yang sedang aku alami
bukanlah mimpi.
Aku ingat betul bagaimana 300 orang bangsa Sparta menaklukkan ribuan
pasukan Persia. Scene bagaimana Frodo Baggins menaklukkan Mordor masih
terpatri jelas di memori. Atau cerita selucu Hiccup menjinakkan Night
Fury pun bisa dengan dengan lancar aku kisahkan. Namun ini bukan tentang
sebuah kolosal, hal-hal berbau legenda, ataupun cerita tentang naga.
Ini adalah sesuatu yang lebih nyata. Tentang aku melawan diriku
sendiri. Bagaimana aku meruntuhkan ego, menumbangkan prasangka, dan
berusaha menundukkan harapan-harapan dalam diri sendiri.
Aku masih melihat sosok di depan kaca. Kali ini, sesekali
mengernyitkan dahi. Nggak habis pikir apa yang sedang aku pikirkan. Ada
kekalutan yang aku rasakan.
Aku nggak suka jatuh cinta.
Jatuh cinta membuatku menganggap sesuatu yang mungkin aja bukan
buat aku, adalah buat aku. Begitu melelahkan menebak-nebak sesuatu yang
ingin sekali dipastikan, namun nggak cukup punya ruang untuk memastikan.
Jatuh cinta membuatku seringkali melakukan apa yang seharusnya
nggak aku lakukan. Perbuatan-perbuatan bodoh, yang sok-sokan
spontanitas, tapi seringnya merusak keadaan.
Jatuh cinta membuat aku berkali-kali melakukan hal di luar akal
sehat. Sesuatu yang tadinya nggak pernah terpikirkan untuk bisa aku
lakukan. Jadi orang nekat. Jadi orang gila. Kehilangan logika.
Tapi aku adalah laki-laki. Aku harus tetap menggunakan logika.
Kadang cara terbaik untuk menghindari sakit hati,… adalah dengan
menyakiti hati itu duluan, oleh diri sendiri. Cara terbaik untuk
terbebas dari kekecewaan,… adalah dengan membunuh harapan-harapan dalam
diri dengan tangan sendiri. Cara terbaik untuk bisa tetap waras,… adalah
dengan berusaha mendamaikan logika dan hati.
Di sisi lain, Aku nggak cukup tega untuk melakukan itu semua. Dan mendamaikan logika dengan hati? Bukan perkara mudah.
Pada akhirnya, aku coba berteriak tapi tak terdengar, berbisik tapi
tak lirih, dan bergeming tapi terlalu gaduh. Pada diri sendiri. Cuma
berusaha mengendalikan apa yang menjadi asumsi, memberikan sugesti,
dengan mengatakan,
Bahwa kamu sedang tidak berusaha membuat orang lain menjadi kekasihmu, ataupun
mau untuk hidup bersamamu. Mau atau tidaknya dia untuk sama kamu? Itu
belakangan. Kamu cukup hanya mencoba membuatnya jatuh cinta. Kamu cuma bisa
berusaha menjadi tempat yang nyaman, tempat bersandar, yang tetap
menjadi dirimu sendiri, bukan orang lain. Kali ini, kamu sedang berusaha
membuatnya jatuh cinta. Dan jika ternyata dia sudah jatuh cinta?
TERUSLAH BUAT DIA JATUH CINTA LAGI! JANGAN BERHENTI. Dan apabila dia
bersama yang lain bukan sama kamu, ITU BUKAN BERARTI SEBUAH AKHIR! JANGAN
BERHENTI. Perjuangan kali ini berbeda. Ini semua bukan
cuma tentang siapa yang terbaik, bukan pula tentang siapa yang paling
menjanjikan. Tapi ini semua tentang siapa yang paling tulus, dan tidak
menyerah meski terlihat bodoh.
Aku menampar diriku sekali lagi. Memejamkan mata. Nggak ada lagi
sosok angkuh, pesimis, optimis, ataupun realistis. Cuma sesosok manusia
yang akan berusaha melakukan apa pun setulusnya.
Good thing comes to those who wait, then better thing comes to those
who chase it, and the best thing comes to those who fight for it.
Semoga.
Komentar
Posting Komentar